ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS CEDERA KEPALA
TINJAUAN TEORITIS
Cedera
kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam
pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena
kecelakaan lalulintas.
Adapun
pembagian trauma kapitis adalah:
- Simple head injury
- Commotio cerebri
- Contusion cerebri
- Laceratio cerebri
- Basis cranii fracture
Simple head
injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio
cerebri digolongkan sebagai cedera kepala berat.
Pada
penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran,
sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan
neurologist harus dilakukan secara serentak.
Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien
tiba di Rumah Sakit.
MEKANISME DAN PATOLOGI
Cedera
kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada
kepala. Kelainan dapat berupa cedera
otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak.
Cedera
fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan
intraserebral. Cedera difus dapat
mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural
yang difus.
Dari
tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan
bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat
benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan dengan
benturan (contra coup)
PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak
akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan heniasi jaringan otak melalui
foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi,
nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.
Fungsi otak sangat bergantung pada
tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera
kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi
karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena
aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.
Karena itu, pada cedera kepala harus
dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak
terganggu sehingga oksigenisasi cukup.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis ditentukan
berdasarkan derajat cedera dan lokasinya.
Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system
GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement)
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
·
Secara
spontan 4
·
Atas
perintah 3
·
Rangsangan
nyeri 2
·
Tidak
bereaksi 1
2. Kemampuan komunikasi (V)
·
Orientasi
baik 5
·
Jawaban
kacau 4
·
Kata-kata
tidak berarti 3
·
Mengerang 2
·
Tidak
bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)
·
Kemampuan
menurut perintah 6
·
Reaksi
setempat 5
·
Menghindar 4
·
Fleksi
abnormal 3
·
Ekstensi 2
·
Tidak
bereaksi 1
PEMBAGIAN CEDERA KEPALA
1.
Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury
dapat ditegakkan berdasarkan:
·
Ada
riwayat trauma kapitis
·
Tidak pingsan
·
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik
dan cukup istirahat.
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri
(geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit
akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala,
vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada
labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat
amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas
sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia
ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat
adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori.
Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi
kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio
cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus. Yang penting
untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika
itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula
hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu
kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens
retikularis difus. Akibat blockade itu,
otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama
blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan “intermediate”menimbulkan gejala deficit
neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan
UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan
“organic brain syndrome”.
Akibat
gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma
kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu,
sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan
darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan
lemah. Juga karena pusat vegetatif
terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan
penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya
kemungkinan komplikasi jangka pendek.
Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik,
neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4.
Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio
cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya
perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio
langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala
yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada
fraktur depressed terbuka. Sedangkan
laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat
kekuatan mekanis.
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa
media dan fossa posterior. Gejala yang
timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa
anterior menimbulkan gejala:
·
Hematom
kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
·
Epistaksis
·
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media
menimbulkan gejala:
·
Hematom
retroaurikuler, Ottorhoe
·
Perdarahan
dari telinga
Diagnosa ditegakkan
berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
·
Gangguan
pendengaran
·
Parese
N.VII perifer
·
Meningitis
purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii
bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk
mencegah infeksi. Tindakan operatif bila
adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
Adapun pembagian cedera kepala lainnya:
·
Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya
Laseratio dan Commotio Cerebri
o
Skor GCS 13-15
o
Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada
tidak lebih dari 10 menit
o
Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o
Ada
muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologist.
·
Cedera Kepala Sedang (CKS)
o
Skor GCS 9-12
o
Ada
pingsan lebih dari 10 menit
o
Ada
sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o
Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf
dan anggota gerak.
·
Cedera Kepala Berat (CKB)
o
Skor GCS <8
o
Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat
yang lebih berat
o
Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o
Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan
otak yang terlepas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Yang dapat dilakukan pada pasien
dengan trauma kapitis adalah:
1.
CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan
komplikasi jangka pendek.
2.
Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6
jam dari saat terjadinya trauma
3.
EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4.
Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
DIAGNOSA
Berdasarkan : Ada tidaknya riwayat
trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan
TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan
penunjang.
KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o
Letak
: antara tulang tengkorak dan duramater
o
Etiologi
: pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o
Gejala
: setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul
gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing,
kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi
perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi
terhadap refleks cahaya. Ini adalah
tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o
Akut
(minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o
Interval
lucid
o
Peningkatan
TIK
o
Gejala
lateralisasi → hemiparese
o
Pada
pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma
subkutan
o
Pemeriksaan
neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral
dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal:
hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
o
CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o
LCS : jernih
o
Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah
(dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.
2.
Hematom subdural
o
Letak : di bawah duramater
o
Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan
robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex
cerebri
o
Gejala
subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o
CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu
kemudian
Ada
bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim
otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang
tengkorak)
Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
o
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk
mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom.
Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3.
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex
cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis
yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan
intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan
pembentukan gliosis dan kavitasi.
Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi
bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya,
mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri,
hanya lebih berat. Tekanan darah dapat
naik, nadi mungkin melambat.
Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat
meninggi.
·
TIK
meningkat
·
Cephalgia
memberat
·
Kesadaran
menurun
Jangka Panjang :
1.
Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan
visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa :
palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah
tersinggung, sakit kepala, kesulitan
belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi
kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.
TERAPI
CKR :
- Perawatan selama 3-5 hari
- Mobilisasi bertahap
- Terapi simptomatik
- Observasi tanda vital
CKS :
- Perawatan selama 7-10 hari
- Anti cerebral edem
- Anti perdarahan
- Simptomatik
- Neurotropik
- Operasi jika ada komplikasi
CKB :
- Seperti pada CKS
- Antibiotik dosis tinggi
- Konsultasi bedah saraf
PROGNOSA
Skor GCS penting
untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.
0 komentar
Silahkan Beri Komentar Saudara...