Selamat membaca
April 2014
semoga bermanfaat

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

KUMPULAN ASUHAN KEPERAWATAN ( ASKEP ) DAN CERPEN GORESAN PENAKU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS DHF



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS DENGUE HAEMORHAGIC FEVER ( DHF )
LANDASAN TEORITIS


A.    KONSEP DASAR DEMAM BERDARAH ( DENGUE HAEMORAGIC FEVER )

Dengue Haemoragic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi.
Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus ( Artropod Born Virus ) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus.

B.     ETIOLOGI

Virus Dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.

C.    PATOFIOLOGI

Virus Dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti masuk ke tubuh manusia, infeksi yang pertama kali dapat meberikan gejala sebagai demam dengue. Apabila orang itu dapat infeksi berulang oleh infeksi virus Dengue yang berlainan maka akan menimbulkan reaksi yang berbeda, terutama konsistensi Retikoloindotel dan kulit secara Hemogen, tubuh akan membentuk kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan mengaktivasi sitem komplemen yang berakibat dilepaskannya Anapilaktoksin sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Dimana juga terjadi agregasi trombosit. Trombosit melepaskan vaso aktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor hagemen ( faktor XII ). Akan menyebabkan pembekuan intraveskuler dan meningkatkan permebilitas dinding pembuluh darah.

D.    GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis yang khas adalah demam yang timbul mendadak yang berlangsung selama 5 hari, sehingga penyakit ini disebut juga demam 5 hari. Suhu tubuh menurun setelah hari pertama, hari ke 3 kemudian naik lagi selama kira-kira 2 hari, sehingga menggambarkan kurve Palana.
Timbul demam disertai Eksantema pada kulit, terutama di daerah muka dan dada. Eksantema ini mudah menghilang. Eksantema kedua muncul lagi pada demam kedua, berbentuk mukola populer timbul mulai di dada menjalar ke ekstremitas. Penderita mengeluh lesu, sakit kepala, nyeri didaerah bola mata, punggung dan sendi. Adanya nyeri tekan pada sepertiga atas pada garis umbilikalis prosesus xipoideus adalah patogenik (Olivier). Gambaran demam mungkin tidak khas.

E.     GEJALA KLINIK

Masa inkubasi Dengue antara 3 – 15 hari, rata-rata 5 – 8 hari dengan gejala   klinis:
  1. Demam akut yang tetap tinggi ( 2 – 7 hari ) disertai gejala tidak spesifik seperti anoreksia, amlaise.
  2. Manifestasi perdarahan : Uji Turniquet positif atau Ruple Leed positif, perdarahan gusi, Ptechiase, epistaksis, hematemesis atau malena.
  3. Pembesaran hati, nyeri tekan tanpa ikterus.
  4. Terjadi renjatan / tidak.
  5. Kenaikan nilai hemokonsentrasi yaitu sedikitnya 205 dan penurunan nila trombosit ( trombitopenia 100.00/mm atau kurang ).
  6. Pada foto rontgen : pulmonary vaskuler congestion dan plural effusion pada paru kanan.

Derajat beratnya demam berdarah
1.      Derajat I                       : Demam mendadak 2 – 7 hari. Gejala tidak khas, manifestasi perdarahan dengan uji Turniquet positif.
  1. Derajat II (sedang)      : Derajat I disertai manifestasi perdarahan lain.
3.      Derajat III                    : Ditemukan tanda dini renjatan, adanya kegagalan sirkulasi, nafas cepat dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg) atau hipotensi, disertai kulit dingin, lembabbdan gelisah.
4.      Derajat IV                    : Renjatan berat, nadi tidak teraba, terdapat DSS dengan nadi dan tekanan darah tak terukur.

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Darah
a.       Pada demam Dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
b.      Pada demam berdarah terdapat Trombositpenia dan Hemokonsentrasi.
c.       Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum dan pH darah mungkin meningkat.

  1. Urine
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

G.    PENATALAKSANAAN

  1. DHF tanpa Renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul karena demam tinggi, anoreksia dan muntah, klien harus banyak minum kurang lebih 1,5 liter/24 jam, dapat berupa air teh, sirup atau oralit.
Panas dapat diberi kompres es atau alkohol 70 %.
Pemberian infus dilaksanakan pada klien apabila :
a.       Muntah, sulit makan per oral, muntah mengancam dapat terjadinya dehidrasi dan asidosis.
b.      Nilai hematokrit tinggi.

  1.  DHF dengan Renjatan
Prinsif: Mengatasi renjatan dengan penggantian volume cairan yaitu cairan RL.

  1. Pengobatan bersifat simtomatis dan supportif.

H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL

  1. Kegagalan sirkulasi darah berhubungan dengan kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan ekstravaskuler sekunder terhadap peningkatan permebilitas pembuluh darah dimanifestasikan dengan :
-          Trombositopenia
-          Peningkatan nilai hematokrit
-          Manifestasi perdarahan
Rencana tindakan:
a.       Anjurkan klien untuk Bed rest
b.      Observasi vital sign tiap 3 jam
c.       Periksa HB, hematokrit dan trombosit secara periodik
d.      Berikan minum 1,5 – 2 liter selama 24 jam
e.       Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena dan terapi medis

  1. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan nilai trombosit dimanifestasikan dengan :
-          Trombositopenia
-          Kenaikan nilai hematokrit
-          Manifestasi perdarahan uji Turniquet positif
Rencana tindakan:
a.       Observasi vital sign, awasi terhadap penurunan tekanan darah
b.      Observasi terhadap penurunan nilai trombosit dan kenaikan nilai hematokrit
c.       Awasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi dan tanda-tanda anemia
d.      Kolaborasi dalam pemberian terapi anti perdarahan

  1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi virus Dengue dimanifestasikan dengan :
-          Suhu tubuh > 37,5 0C
-          Nadi > 80 x/menit
-          Respirasi > 24 x/menit
Rencana tindakan:
a.       Beri kompres dingin
b.      Anjurkan untuk minum yang banyak
c.       Observasi perubahan tanda-tanda vital
d.      Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat
e.       Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

DAFTAR PUSTAKA

 
            Corpenito, Lynda juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6
                        Cetakan I. 1998

            Doenges, E. Marylinn, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
                        Untuk Perencanaan Pendokemntasian Perawatan Pasien
                        Edisi 3 Cetakan I. 2000
           
            Ngostiah. Perawatan Anak Sakit 341- 350. Jakarta. 1995

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS CEDERA KEPALA



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS CEDERA KEPALA


TINJAUAN TEORITIS

            Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.  Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.
            Adapun pembagian trauma kapitis adalah:
  • Simple head injury
  • Commotio cerebri
  • Contusion cerebri
  • Laceratio cerebri
  • Basis cranii fracture
Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala ringan.  Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala berat.
            Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak.  Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

MEKANISME DAN PATOLOGI
            Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala.  Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak.
            Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral.  Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural yang difus.
            Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah.  Gelombang ini mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang berseberangan dengan benturan  (contra coup)

PATOFISIOLOGI
            Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan heniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.
            Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa.  Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.
            Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.

GAMBARAN KLINIS
            Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya.  Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement)
1.      Kemampuan membuka kelopak mata (E)
·         Secara spontan                                  4
·         Atas perintah                                     3
·         Rangsangan nyeri                              2
·         Tidak bereaksi                                   1
2.      Kemampuan komunikasi (V)
·         Orientasi baik                                    5
·         Jawaban kacau                                  4
·         Kata-kata tidak berarti                      3
·         Mengerang                                        2
·         Tidak bersuara                                   1


3.      Kemampuan motorik (M)
·         Kemampuan menurut perintah          6
·         Reaksi setempat                                5
·         Menghindar                                       4
·         Fleksi abnormal                                 3
·         Ekstensi                                             2
·         Tidak bereaksi                                   1

PEMBAGIAN CEDERA KEPALA
1.      Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
·         Ada riwayat trauma kapitis
·         Tidak pingsan
·         Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup istirahat.
2.      Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.  Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak.  Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.  Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis.  Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori.  Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.


3.      Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus.  Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif.  Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus.  Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan “intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN.  Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis.  Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah.  Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.  Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4.      Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.  Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral.  Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.  Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
5.      Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior.  Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena. 
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
·         Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
·         Epistaksis
·         Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
·         Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
·         Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.  Komplikasi :
·         Gangguan pendengaran
·         Parese N.VII perifer
·         Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus disesuaikan.  Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi.  Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:
·         Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri
o   Skor GCS 13-15
o   Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
o   Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o   Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologist.
·         Cedera Kepala Sedang (CKS)
o   Skor GCS 9-12
o   Ada pingsan lebih dari 10 menit
o   Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o   Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
·         Cedera Kepala Berat (CKB)
o   Skor GCS <8
o   Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
o   Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o   Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
            Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
1.      CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2.      Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma
3.      EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4.      Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

DIAGNOSA
Berdasarkan  :  Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
                        Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
                        Pemeriksaan penunjang.


KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1.      Hematom Epidural
o   Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o   Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o   Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya.  Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o   Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o   Interval lucid
o   Peningkatan TIK
o   Gejala lateralisasi → hemiparese
o   Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan
o   Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
o   CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o   LCS : jernih
o   Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.
2.      Hematom subdural
o   Letak : di bawah duramater
o   Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

o   Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3  minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o   CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
o   Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3.      Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis.  Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja.  Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.  Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
4.      Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak.  Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam.  Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat.  Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat.  Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada.  Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.
·         TIK meningkat
·         Cephalgia memberat
·         Kesadaran menurun

Jangka Panjang :
       1.   Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,  disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2.      Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan  belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.

TERAPI
CKR :
  • Perawatan selama 3-5 hari
  • Mobilisasi bertahap
  • Terapi simptomatik
  • Observasi tanda vital
CKS :
  • Perawatan selama 7-10 hari
  • Anti cerebral edem
  • Anti perdarahan
  • Simptomatik
  • Neurotropik
  • Operasi jika ada komplikasi
CKB :
  • Seperti pada CKS
  • Antibiotik dosis tinggi
  • Konsultasi bedah saraf

PROGNOSA
Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.



Popular post

Template Oleh trikmudahseo